part 'sekian': tinggi
Gadis kecil mungil berbalutkan gaun musim panas bermotif kembang penuh warna tengah asik bermain dengan alam yang bersahabat. Sejenak ia turunkan bagian depan topi lebar yang ia kenakan, ingin menghalang sedikit sinar matahari yang menusuk mata. Tapi bodohnya, ia malah menengadahkan kepala, seakan mencari arah asal sinar itu. Ia menyipitkan mata. Sakit. Tapi ia malah tersenyum. Bersyukur atas alam yang begitu bersahabat.
Ia merentangkan tangannya lebar. Menggapai-gapai hembusan angin yang melewatinya begitu saja, seakan ingin memeluk itu semua dalam dekapannya.
Sesaat kemudian, ia rebahkan tubuhnya di tengah pasir putih yang cantik itu. Melihat hamparan langit cerah di atasnya. Langit biru murni dengan butiran kapas awan yang cantik. Tepat di tengah pusaran langit, ia lihat gradasi orange kekuningan, warna yang pas buat sang surya yang sekarang tersipu malu di balik awan.
Gadis itu terkikik sendiri. Kini ia terbangun dan berlari bertelanjang kaki di atas pasir. Menikmati gurauan angin yang membuat senyumnya tak lepas. Ia berlari berputar-putar menyambut ombak tenak bermelodi lantang. Senyum lebar tersungging manis. Sesaat ia berhenti dari kejaran tak berarah itu. Ia berhenti dan merentangkan tangan lagi.
Ah, alam! Kamu bisa saja mengarakku terbang ke atas sana. Suasana ini membuatku terbang tak berarah. Bisakah terus seperti ini, alam? Bisakah langit ini yang menaungiku? Bisakah angin ini yang terus membisikku candaan manisnya? Atau bisakah melodi ombak yang seperti ini yang terus terdengar melodinya? Karena sungguh aku masih terbang. Aku seperti layangan yang sedang membumbung tinggi. Dan tak rela tali ini putus dan aku terbawa ke tempat yang tak kutau. Aku ingin tetap terbumbung seperti ini.
0 comments:
Post a Comment